1. Perluasan kekuasaan kolonial
Kembalinya Belanda menjajah Indonesia sangat menyengsarakan rakyat. Hal ini dibuktikan dengan semakin luasnya pemerintahan kolonial, mempersempit kekuasaan pemerintahan pribumi serta adanya eksploitasi kekayaan Indonesia secara besar-besaran oleh Belanda baik sumber daya alamnya maupun sumber daya manusianya. Tindakan Belanda inilah yang mendorong terjadinya perlawanan baik dari negeri Belanda sendiri maupun dari bangsa Indonesia seperti dari kalangan bangsawan, ulama maupun dari rakyat Indonesia.
Akibat dari itu semua muncul politik balas budi atau politik etis. Politik ini dikemukakan oleh Mr. Conrad Theodor van Deventer pada tahun 1899. Ia mengkritik pemerintah Belanda yang ditulis dan dimuat dalam jurnal Belanda, De Gids dengan judul Een eereschuld yang menjelaskan bahwa kekosongan kas negeri Belanda telah dapat diisi kembali berkat pengorbanan orang-orang Indonesia. Oleh sebab itu pemerintah Belanda harus menyejahterakan masyarakat Indonesia dengan jalan meringankan beban penderitaan, memajukan pendidikan serta menghilangkan faktor-faktor penghambat kemajuan. Untuk itu van Deventer mengusulkan kepada pemerintah Belanda untuk melaksanakan programnya yang dituangkan dalam Trilogi van Deventer yaitu: emigrasi (memindahkan penduduk), irigasi (membangun sarana pengairan pertanian), edukasi (mengadakan pendidikan/pengajaran bagi penduduk pribumi Indonesia).
2. Perkembangan pendidikan Barat masa kolonial Belanda
Sejak diberlakukannya politik etis, banyak sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah Belanda di Indonesia. Tujuan didirikan sekolah bagi Belanda yaitu untuk mendapatkan tenaga kerja atau pegawai murahan dan mandor-mandor yang dapat membaca dengan gaji yang murah. Dengan demikian, politik etis ini tetap dikendalikan oleh pemerintah Belanda. Berikut sekolah-sekolah pada masa kolonial Belanda:
a. Pendidikan setingkat SD meliputi:
1) ELS (Europese Leger School) untuk keturunan bangsawan Indonesia yang merupakan sekolah kelas satu.
2) TKS (Twede Klasse School) untuk golongan pribumi yang merupakan sekolah kelas dua.
b. Pendidikan setingkat SMP/SMA:
1) Sekolah setingkat SMP diantaranya
a) HBS (Hogere Burger School)
b) MULO (Meer Uitegbreit Ondewijs)
2) Sekolah Menengah Umum seperti
a) AMS (Algemene Middelbare school)
b) Sekolah Kejuruan seperti Kweekschoolen (guru pribumi) dan Normaal School.
c. Perguruan Tinggi meliputi:
1) Sekolah Tinggi Teknik (Technishe Hooge School)
2) Sekolah Kedokteran Jawa seperti STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) dan GHS (Geeneeskundige Hooge School)
3) Sekolah Tinggi Hukum (Rechtschool)
4) Sekolah Pelatihan Pegawai Pribumiseperti OSVIA (Opleiding Scholen voor Inlansche Ambtenaren) dan Hoofdenscholen.
3. Perkembangan pendidikan Islam
Perkembangan pendidikan Islam dalam bentuk pendidikan di surau atau langgar, pesantren dan madrasah. Walaupun memelajari tentang Islam, tapi pengetahuan umum lainnya juga sudah mulai diberikan para santri atau murid. Oleh sebab itu muncul penggabungan metode Islam tradisional dengan metode modern Barat yang tetap berlandaskan pada Islam.
Dengan berdirinya sekolah-sekolah Islam yang formal, maka pendidikan Islam berkembang dan tidak terbatas di pondok-pondok pesantren tetapi juga dalam bentuk sekolah-sekolah umum. Seiring munculnya sekolah umum yang bernapaskan Islam tersebut juga memunculkan tokoh-tokoh pergerakan nasional dan pejuang muslim. Dan tokoh-tokoh tersebut banyak yang menjadi penggerak dan tulang punggung perjuangan kemerdekaan. Karena mayoritas penduduk Indonesia muslim maka tokoh nasional yang bercorak Islam dapat dengan mudah membentuk kekuatan Islam untuk membangun bangsa yang merdeka dan berdaulat melawan kolonial Belanda.
B. Peranan Golongan Terpelajar, Profesional dan Pers dalam Menumbuhkembangkan Kesadaran Nasional Indonesia
1. Peranan golongan terpelajar dan profesional
Berdirinya sekolah-sekolah baik yang didirikan oleh Belanda maupun oleh tokoh-tokoh bangsa Indonesia mendorong terbentuknya kelompok terpelajar yang disebut priyai. Dengan munculnya golongan terpelajar ini maka perjuangan Indonesia untuk menumbuhkan nasionalisme menggunakan pendidikan dan media massa. Oleh sebab itu dengan munculnya golongan terpelajar ini perjuangan bangsa Indonesia sudah dapat diarahkan yang semula menggunakan kekuatan fisik, bersifat sporadis dan bergantung pada seorang pemimpin berubah menjadi dalam bentuk organisasi nasional. Tokoh-tokoh terpelajar dan profesional diantaranya Dr. Wahidin Sudirohusodo, Dr. Sutomo, Ki Hajar Dewantara, Dr. Cipto Mangunkusumo dan Ir. Soekarno.
2. Peranan pers
Peranan pers dalam menumbuhkan semangat nasionalisme sangatlah penting, karena dalam hal ini pers memberikan informasi selain itu juga memberikan suatu pendapat kepada masyarakat apa yang diinformasikannya tersebut. Pers mampu memberikan sumbangan terhadap timbulnya kesadaran bangsa Indonesia. Beberapa pers yang diterbitkan oleh partai politik diantaranya Retno Dumillah dan Darmo Kondo (Budi Utomo); Tjahaja Timoer, Kaoem Moeda, De Expres dan Het Tijdshrift (Indische Partij); Oetoesan Hindia, Kromo Mardika dan Pancaran Warta (Serikat Islam); Sinar Hindia, Kromo Mardika dan Doenia Merdeka (PKI); Hindia Poetra dan Indonesia Merdeka (Perhimpinan Indonesia).
Surat kabar yang mempengaruhi kesadaran rakyat Indonesia, diantaranya: Bintang Soerabaya (1861) di Surabaya yang dipimpin oleh Courant H Hommer; Medan Prijaji (1907) di Bandung yang dipimpin R.M. Tirto Adisuryo; De Expres (1912) di Bandung yang dipimpin oleh Douwes Dekker; Saroetomo (1912) di Surakarta; Oetoesan Hindia (1913) di Surabaya yang dipimpin oleh HOS. Tjokroaminoto, Seobroto dan Tirtodanudjo; Hindia Poetra (1916) di Belanda; Indonesia Merdeka (1924) di Belanda.