Kehidupan ekonomi Indonesia pasca pengakuan kedaulatan - Sesudah pengakuan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949, kondisi perekonomian di Indonesia semakin memburuk. Bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan sebagai akibat ketentuan-ketentuan hasil KMB seperti beban utang luar negeri sebesar Rp1, 5 M dan utang dalam negeri Rp2, 8 M. Beban itu ditambah dengan adanya struktur ekonomi yang diwarisi bangsa Indonesia berat sebelah. Ekspor Indonesia masih tergantung pada industri hasil perkebunan.
Berikut adalah pembahasan tentang peristiwa ekonomi pasca pengakuan kedaulatan, Kehidupan Ekonomi Masyarakat Indonesia Pasca Pengakuan Kedaulatan, Permasalahan Ekonomi Pasca Pengakuan Kedaulatan, bagaimana kondisi ekonomi indonesia pasca pengakuan kedaulatan.
Berikut adalah pembahasan tentang peristiwa ekonomi pasca pengakuan kedaulatan, Kehidupan Ekonomi Masyarakat Indonesia Pasca Pengakuan Kedaulatan, Permasalahan Ekonomi Pasca Pengakuan Kedaulatan, bagaimana kondisi ekonomi indonesia pasca pengakuan kedaulatan.
Permasalahan Ekonomi Pasca Pengakuan Kedaulatan
Pasca pengakuan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949, permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia di bidang ekonomi sangatlah kompleks. Berikut ini masalah-masalah tersebut.
1. Belum terwujudnya kemerdekaan ekonomi
Kondisi perekonomian Indonesia pasca pengakuan kedaulatan masih dikuasai oleh asing. Untuk itu para ekonom menggagas untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
Salah satu tokoh ekonom itu adalah Sumitro Djoyohadikusumo. Ia berpendapat bahwa bangsa Indonesia harus selekasnya ditumbuhkan kelas pengusaha. Pengusaha yang bermodal lemah harus diberi bantuan modal. Program ini dikenal dengan gerakan ekonomi Program Benteng.
Tujuannya untuk melindungi usaha-usaha pribumi. Ternyata program benteng mengalami kegagalan. Banyak pengusaha yang menyalahgunakan bantuan kredit untuk mencari keuntungan secara cepat.
2. Perkebunan dan instalasi-instalasi industri rusak
Akibat penjajahan dan perjuangan fisik, banyak sarana prasarana dan instalasi industri mengalami kerusakan. Hal ini mengakibatkan kemacetan dalam bidang industri, kondisi ini mempengaruhi perekonomian nasional.
3. umlah penduduk meningkat cukup tajam
Pada pasca pengakuan kedaulatan, laju pertumbuhan penduduk meningkat. Pada tahun 1950 diperkirakan penduduk Indonesia sekitar 77,2 juta jiwa. Tahun 1955 meningkat menjadi 85,4 juta.
Laju pertumbuhan penduduk yang cepat berakibat pada peningkatan impor makanan. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk kebutuhan akan lapangan kerja meningkat. Kondisi tersebut mendorong terjadinya urbanisasi.
4. Utang negara meningkat dan inflasi cukup tinggi
Setelah pengakuan kedaulatan, ekonomi Indonesia tidak stabil. Hal itu ditandai dengan meningkatnya utang negara dan meningginya tingkat inflasi. Utang Indonesia meningkat karena Ir. Surachman (selaku Menteri Keuangan saat itu) mencari pinjaman ke luar negeri untuk mengatasi masalah keuangan negara.
Sementara itu, tingkat inflasi Indonesia meninggi karena saat itu barang-barang yang tersedia di pasar tidak dapat mencukupi kebutuhan masyarakat. Akibatnya, harga barang-barang kebutuhan naik.
Untuk mengurangi inflasi, pemerintah melakukan sanering pada tanggal 19 Maret 1950. Sanering adalah kebijakan pemotongan uang. Uang yang bernilai Rp,5,- ke atas berlaku setengahnya.
5. Defisit dalam perdagangan internasional
Perdagangan internasional Indonesia menurun. Hal ini disebabkan Indonesia belum memiliki barang-barang ekspor selain hasil perkebunan. Padahal sarana dan produkti itas perkebunan telah merosot akibat berbagai kerusakan.
6. Kekurangan tenaga ahli untuk menuju ekonomi nasional
Pada awal pengakuan kedaulatan, perusahaan-perusahaan yang ada masih merupakan milik Belanda. Demikian juga tenaga ahlinya. Tenaga ahli masih dari Belanda, sedang tenaga Indonesia hanya tenaga kasar.
Oleh karena itu Mr. Iska Tjokroadikusuryo melakukan kebijakan Indonesianisasi. Kebijakan ini mendorong tumbuh dan berkembangnya pengusaha swasta nasional. Langkahnya dengan mewajibkan perusahaan asing memberikan latihan kepada tenaga bangsa Indonesia.
7. Rendahnya Penanaman Modal Asing PMA akibat konflik Irian Barat
Akibat konflik Irian Barat kondisi politik tidak stabil. Bangsa Indonesia banyak melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda. Sebagai dampak nasionalisasi, in estasi asing mulai berkurang. In estor asing tidak berminat menanamkan modalnya di Indonesia.
8. Terjadinya disinvestasi yang tajam dalam tahun 1960-an
Pada tahun 1960-an terjadi disin estasi yang cukup tajam akibat konflik Irian Barat. Akibatnya kapasitas produksi menurun karena terjadi salah urus dalam perusahaan.