“Masa depan rakyat Indonesia secara eksklusif dan semata-mata terletak dalam bentuk suatu pemerintahan yang bertanggung jawab kepada rakyat dalam arti yang sebenar-benarnya, karena hanya bentuk pemerintahan yang seperti itu saja yang dapat diterima oleh rakyat. Setiap orang Indonesia haruslah berjuang untuk tujuan ini sesuai dengan kemampuan dan kecakapannya, dengan kekuatan dan usahanya sendiri, tanpa bantuan dari luar. Setiap pemecah belahan kekuatan bangsa Indonesia dalam bentuk apapun haruslah ditentang, karena hanya dengan persatuan yang erat di antara putra-putra Indonesia saja yang dapat menuju kearah tercapainya tujuan bersama”
Manifesto politik 1925 mengandung 4 pokok pikiran:
Kesatuan nasional mengesampingkan perbedaan dan membentuk aksi melawan Belanda serta menciptakan Negara kebangsaan Indonesia yang merdeka dan bersatu.
Solidaritas yang disebabkan adanya pertentang kepentingan di antara penjajah dan terjajah serta tajamnya konflik diantara kulit putih dan sawo matang.
Non kooperasi yaitu kemerdekaan bukan hadiah Belanda, tetapi harus direbut dengan mengandalkan kekuatan sendiri.
Swadaya mengandalkan kekuatan sendiri dengan mengembangkan struktur alternatif dalam kehidupan nasional, politik, sosial, ekonomi, dan hukum yang sejajar dengan administrasi kolonial.
B. Kongres Pemuda tahun 1928
1. Kongres Pemuda I (30 April-2 Mei 1926 di Jakarta yang dipimpin oleh Muhammad Tabrani)
a. Tujuan kongres ini adalah menanamkan semangat kerja sama antarperkumpulan pemuda di Indonesia untuk menjadi dasar bagi persatuan Indonesia.
b. Dalam kongres ini dihasilkan keputusan berupa
1) Mempersiapkan kongres pemuda Indonesia.
2) Mengusulkan semua perkumpulan pemuda agar bersatu dalam organisasi pemuda Indonesia.
2. Kongres Pemuda II (27-28 Oktober 1928 di Jakarta) atas inisiatif dari PPPI dan Pemuda Indonesia
a. Di mana struktur dari kongres ini yaitu
1) Pemimpin kongres Sugondo Joyopuspito.
2) Wakil ketua Djoko Marsaid.
3) Sekretaris M. Yamin.
4) Bendahara Amir Syarifudin.
5) Pembantu Djohan Tjain, Kotjo Sungkono, Senduk, J. Leimena, Rohjani.
b. Wakil-wakil yang menghadiri kongres
1) Wakil-wakil organisasi pemuda (Jong Java, Jong Sumatranen Bond, PI, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Jong Batak, Jong Celebes, Pemuda Kaum Betawi, dan PPPI).
2) Wakil-wakil dari partai (BU, PNI, PSI).
3) Pejabat-pejabat pemerintah Belanda.
c) Keputusan dari kongres ini antara lain
1) Mengucapkan ikrar Sumpah Pemuda (Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa Indonesia).
2) Lagu Indonesia Raya ditetapkan sebagai lagu kebangsaan Indonesia.
3) Sang Merah Putih ditetapkan menjadi bendera Indonesia.
4) Semua organisasi pemuda dilebur menjadi satu dengan nama Indonesia Muda.
C. Kongres Perempuan
Pergerakan kaum perempuan dipelopori R.A. Kartini dari Jepara yang mendirikan Sekolah Kartini. Setelah itu banyak perkumpulan-perkumpulan yang menjadi wadah aspirasi permpuan diantaranya Putri Mardiko di Jakarta, Kautaman Istri di Tasikmalaya, Kartinifonds (Dana Kartini) di Semarang, Aisyah di Yogyakarta, Budi Wanita di Solo, Istri Sedar di Bandung, Ina Tani di Ambon, Wanita Rukun Santosa di Malang, Percintaan Ibu kepada Anak Turunnya di Minahasa.
Dalam perkembangannya, perkumpulan-perkumpulan tersebut melaksanakan kongres yang dikenal dengan “Kongres Perempuan Indonesia” yaitu:
1. Kongres Perempuan I, diselenggarakan tanggal 22-25 Desember 1928 di Jakarta. Dalam kongres ini membentuk Perserikatan Perempuan Indonesia (PPI)yang dipimpin Ny. Sukanto. Tujuan kongres ini yaitu memberi penerangan dan perantaraan kepada perkumpulan yang menjadi anggotanya, membantu dana belajar pada anak perempuan yang pandai, mengadakan kursus kesehatan, menentang perkawinan anak-anak, dan memajukan kepanduan bagi anak-anak perempuan. Dalam kongresnya pada tanggal 28-31 Desember 1929 di Jakarta, mengubah nama PPI menjadi PPII (Perikatan Perhimpunan Istri Indonesia).
2. Kongres Perempuan II, diselenggarakan tanggal 20-24 Juli 1935 di Jakarta yang dipimpin oleh Ny. Sri Mangunsarkoro. Dalam kongres ini membicarakan tentang masalah persatuan di kalangan wanita, masalah wanita dalam keluarga, masalah poligami dan perceraian serta sikap yang harus diambil terhadap kolonialisme Belanda.
3. Kongres Perempuan III, diselenggarakan tanggal 23-28 Juli 1938 di Bandung yang dipimpin oleh Ny. Emma Puradireja. Dalam kongres ini membicarakan tentang Undang-undang perkawinan modern, persoalan politik yang kaitannya dengan hak pilih dan dipilih bagi kaum wanita untuk posisi Badan Perwakilan (volksraad), dan menetapkan tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu.