Pelanggaran nilai dan norma Secara umum, pelanggaran norma dapat terjadi di manapun tempatnya tanpa terkecuali. Terjadinya pelanggaran norma disebabkan karena sikap apatis masyarakat dalam melaksanakan nilai dan norma masyarakat. Sehingga wibawa nilai dan norma sebagai pedoman tingkah laku menjadi memudar. Alhasil timbullah perilaku yang melanggar norma.
Menurut Robert M.Z. Lawang (1985), perilaku pelanggaran norma dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
1. Pelanggaran nilai dan norma yang dilihat dan dianggap sebagai kejahatan, misalnya: pemukulan, pemerkosaan, penodongan, dan lain-lain.
2. Pelanggaran nilai dan norma yang berupa penyimpangan seksual, yaitu perzinahan, homoseksualitas, dan pelacuran.
3. Bentuk-bentuk konsumsi yang sangat berlebihan, misalnya alkohol, candu, morfin, dan lain-lain.
4. Gaya hidup yang lain dari yang lain, misalnya penjudi profesional, geng-geng, dan lain-lain.
B. Solusi pelanggaran norma
Dalam sosiologi, solusi tepat dalam menangani pelanggaran norma menggunakan pengendalian sosial. Menurut Peter L. Berger (1978), pengendalian sosial adalah cara-cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang membangkang. Sedangkan menurut Roucek (1965), pengendalian sosial mengacu pada proses terencana di mana individu dianjurkan, dibujuk ataupun dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup suatu kelompok.
Dengan demikian, pengendalian sosial adalah cara dan proses pengawasan yang direncanakan atau tidak direncanakan, guna mengajak, mendidik, serta memaksa warga masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan norma sosial.
1. Cara pengendalian sosial
a) Persuasif yaitu menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing anggota masyarakat agar bertindak sesuai aturan atau norma yang berlaku di masyarakat. Contohnya seorang guru membina siswanya yang kedapatan menyontek saat ulangan.
b) Koersif yaitu menekankan pada tindakan atau ancaman yang menggunakan kekuatan fisik. Contohnya supaya pencopet jera atas perbuatannya, maka saat tertangkap basah masyarakat langsung mengeroyok habis-habisan.
c) Compulsion and pervasion.
- Compulsion yaitu bentuk pengendalian dengan cara menciptakan situasi sehingga seseorang mengubah sifatnya.
- Pervasion yaitu pengendalian yang dilakukan dengan cara diciptakan norma, nilai atau aturan secara diulang-ulang penyampaiannya.
2. Bentukpengendalian sosial
a) Bersifat preventif yaitu bentuk pengendalian sebelum penyimpangan itu sendiri terjadi. Contohnya guru pembimbing bekerja sama dengan petugas penyuluh hukum dari kepolisian memberi ceramah dan tanya jawab dengan sejumlah siswa di sekolah tentang akibat perkelahian kelompok (tawuran) antarpelajar.
b) Bersifat represif yaitu bentuk pengendalian dengan cara menekan/menghambat penyimpangan sosial pada saat penyimpangan itu terjadi. Contohnya polisi menangkap sejumlah anak yang terlibat perkelahian kelompok pelajar, kemudian digelandang ke kantor polisi untuk diperiksa.
c) Bersifat kuratif yaitu bentuk pengendalian setelah terjadinya penyimpangan sosial. Contohnya polisi menghubungi guru atau orang tua agar menjemput para pelaku tawuran pelajar yang tertangkap dan ditahan di kantor polisi untuk dididik di keluarga atau di sekolah.
Selain melalui pengendalian sosial, seorang ahli sosial bernama Koentjaraningrat mengemukakan pula beberapa usaha agar masyarakat menaati aturan-aturan yang ada, seperti:
1. Mempertebal keyakinan para anggota masyarakat akan kebaikan adat istiadat yang ada. Jika warga yakin pada kelebihan yang terkandung dalam aturan sosial yang berlaku, maka dengan rela warga akan mematuhi aturan itu.
2. Memberi ganjaran kepada warga masyarakat yang biasa taat. Pemberian ganjaran melambangkan penghargaan atas tindakan yang dilakukan individu. Hal ini memotivasi individu untuk tidak mengulangi tindakan tersebut.
3. Mengembangkan rasa malu dalam jiwa masyarakat yang menyeleweng dari adat istiadat. Individu yang menyimpang dari aturan dihukum agar jera dan tidak mengulangi kembali.
4. Mengembangkan rasa takut dalam jiwa warga masyarakat yang hendak menyeleweng dari adat istiadat dengan berbagai ancaman dan kekuasaan. Rasa takut itu mencegah individu untuk melakukan pelanggaran aturan.