Negara Republik Indonesia menerapkan dan menggunakan demokrasi terpimpin dari tahun 1959 – 1966. Masa demokrasi terpimpin berawal dari dikeluarkannya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 dan berakhir ketika SUPERSEMAR pada tanggal 11 Maret 1966 diterbitkan. Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 ini dicetuskan oleh presiden pada masa itu yakni Presiden Soekarno. Adapun isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Pada mulanya demokrasi terpimpin ini dicetuskan sebagai pengganti dari sistem demokrasi liberal yang semakin carut marut masa itu. Hal inilah yang menjadi alasan Presiden Soekarno memutuskan untuk mengganti sistem demokrasi liberal dengan demokrasi terpimpin.
Pada penerapannya, sistem demokrasi terpimpin melakukan berbagai bentuk penyimpangan. Penyimpangan tersebut tidak hanya berlaku dalam satu bidang saja tetapi dalam berbagai bidang. Bahkan sudah menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan dasar hukum dan ideologi negara.
Berikut adalah pembahasan tentang Penyimpangan pada masa demokrasi terpimpin, penyimpangan politik luar negeri pada masa demokrasi terpimpin, pelaksanaan demokrasi pada masa orde lama, demokrasi yang pernah berlaku di indonesia, jelaskan bahwa sistem demokrasi liberal tidak cocok diterapkan di indonesia, demokrasi yg pernah berlaku di indonesia.
Pada penerapannya, sistem demokrasi terpimpin melakukan berbagai bentuk penyimpangan. Penyimpangan tersebut tidak hanya berlaku dalam satu bidang saja tetapi dalam berbagai bidang. Bahkan sudah menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan dasar hukum dan ideologi negara.
Berikut adalah pembahasan tentang Penyimpangan pada masa demokrasi terpimpin, penyimpangan politik luar negeri pada masa demokrasi terpimpin, pelaksanaan demokrasi pada masa orde lama, demokrasi yang pernah berlaku di indonesia, jelaskan bahwa sistem demokrasi liberal tidak cocok diterapkan di indonesia, demokrasi yg pernah berlaku di indonesia.
Penyimpangan Pada Masa Demokrasi Terpimpin
Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh sila keempat Pancasila. Namun oleh Presiden Soekarno diartikan terpimpin mutlak oleh presiden (penguasa). Berlaku di Indonesia pada tahun 1959-1965.
Demokrasi Terpimpin yang menggantikan sistem Demokrasi Liberal, berlaku tahun 1959 – 1965. Pada masa Demokrasi Terpimpin kekuasaan presiden sangat besar sehingga cenderung ke arah otoriter. Akibatnya sering terjadi penyimpangan terhadap UUD 1945.
Berikut ini beberapa penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang terjadi semasa Demokrasi Terpimpin.
- Pembentukan MPRS melalui Penetapan Presiden No. 2/1959.
- Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh presiden.
- Presiden membubarkan DPR hasil pemilu tahun 1955.
- GBHN yang bersumber pada pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita ditetapkan oleh DPA bukan oleh MPRS.
- Pengangkatan presiden seumur hidup.
Dalam periode Demokrasi Terpimpin, Partai Komunis Indonesia (PKI) berusaha menempatkan dirinya sebagai golongan yang Pancasilais. Kekuatan politik pada Demokrasi Terpimpin terpusat di tangan Presiden Soekarno dengan TNI-AD dan PKI di sampingnya.
Ajaran Nasakom (Nasionalis-Agama-Komunis) ciptaan Presiden Soekarno sangat menguntungkan PKI. Ajaran Nasakom menempatkan PKI sebagai unsur yang sah dalam konstelasi politik Indonesia.
Dengan demikian kedudukan PKI semakin kuat PKI semakin meningkatkan kegiatannya dengan berbagai isu yang memberi citra sebagai partai yang paling manipolis dan pendukung Bung Karno yang paling setia.
Selama masa Demokrasi Terpimpin, PKI terus melaksanakan program-programnya secara revolusioner. Bahkan mampu menguasai konstelasi politik. Puncak kegiatan PKI adalah melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang sah pada tanggal 30 September 1965.
Menurut Bung Hatta, Demokrasi Terpimpin sebagai sebuah konsepsi mempunyai tujuan baik, tetapi cara-cara dan langkah-langkah yang hendak diambil untuk melaksanakannya terlihat menjauhkan dari tujuan baik tersebut. Hal ini terbukti dengan beberapa tindakan Presiden Soekarno, di antaranya membubarkan DPR hasil Pemilu.
Penyimpangan Politik Luar Negeri Pada Masa Demokrasi Terpimpin
Menurut UUD 1945, politik luar negeri yang dianut bangsa Indonesia adalah politik luar negeri bebas aktif. Bebas artinya tidak memihak terhadap dua blok yang saat itu sedang konflik yaitu blok Barat dan Blok Timur. Konsep aktif bermakna Indonesia senantiasa ikut serta aktif dan berpartisipasi dalam mewujudkan perdamaian dunia.
Namun Politik luar negeri masa Demokrasi Terpimpin lebih condong ke blok Timur. Indonesia banyak melakukan kerja sama dengan negara-negara blok komunis, seperti Uni Soviet, RRC, Kamboja, maupun Vietnam. Berikut ini beberapa contoh pelaksanaan politik luar negeri masa Demokrasi Terpimpin.
a. Oldefo dan Nefo
Oldefo (The Old Established orces), yaitu dunia lama yang sudah mapan ekonominya, khususnya negara-negara Barat yang kapitalis. Nefo (The New Emerging Forces), yaitu negara-negara baru.
Indonesia menjauhkan diri dari negara-negara kapitalis (blok oldefo) dan menjalin kerja sama dengan negara-negara komunis (blok nefo). Hal ini terlihat dengan terbentuknya Poros Jakarta – Peking (Indonesia – Cina) dan Poros Jakarta – Pnom Penh – Hanoi – Peking – Pyongyang ( Indonesia –Kamboja – Vietnam Utara - Cina – Korea Utara).
b. Konfrontasi dengan Malaysia
Pada tahun 1961 muncul rencana pembentukan negara Federasi Malaysia yang terdiri dari Persekutuan Tanah Melayu, Singapura, Serawak, Brunei, dan Sabah.
Rencana tersebut ditentang oleh Presiden Soekarno karena dianggap sebagai proyek neokolonialisme dan dapat membahayakan revolusi Indonesia yang belum selesai. Keberatan atas pembentukan Federasi Malaysia juga muncul dari Filipina yang mengklaim daerah Sabah sebagai wilayah negaranya.
Pada tanggal 9 Juli 1963 Perdana Menteri Tengku Abdul Rahman menandatangani dokumen tentang pembentukan Federasi Malaysia. Kemudian, tanggal 16 September 1963 pemerintah Malaya memproklamasikan berdirinya Federasi Malaysia.
Menghadapi tindakan Malaysia tersebut, Indonesia mengambil kebijakan konfrontasi. Pada tanggal 17 September 1963 hubungan diplomatik antara dua negara putus.
Isi Dwikora
Selanjutnya pada tanggal 3 Mei 1964 Presiden Soekarno mengeluarkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora), isinya:
- perhebat ketahanan revolusi Indonesia, dan
- bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Serawak, Sabah, dan Brunei untuk memerdekakan diri dan menggagalkan negara boneka Malaysia.
Di tengah situasi konflik Indonesia - Malaysia, Malaysia dicalonkan sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Masalah ini mendapat reaksi keras dari Presiden Soekarno.
Namun akhirnya Malaysia tetap terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Terpilihnya Malaysia tersebut mendorong Indonesia keluar dari PBB. Secara resmi Indonesia keluar dari PBB pada tanggal 7 Januari 1965.
Dalam rangka konfrontasi Malaysia, Indonesia juga mengadakan operasi militer yang diberi nama Operasi Siaga yang berupa penyusupan pasukan Indonesia ke wilayah musuh di Semenanjung Malaya dan Kalimantan Utara. Panglima Siaga yang ditunjuk oleh Presiden Soekarno adalah Marsekal Madya Umar Dhani.