A. Agresi Militer Belanda I Peristiwa ini terjadi pada tanggal 21 Juli 1947, sasaran utama Agresi Militer Belanda I adalah Jawa dan Sumatra. Dalam serangan tersebut Belanda berhasil menguasai Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah sebelah utara, sebagian Jawa Timur, Madura, dan sebagian Sumatra Timur. Di daerah-daerah tersebut Belanda mendirikan negara-negara bagian. Akibat dari serangan Belanda yang dikenal dengan agresi militer Belanda I ini membuat Amerika Serikat dan Inggris mengecam atas tindakan Belanda. Sedang Australia dan India mengajukan masalah Indonesia ini ke Dewan Keamanan PBB.
Pada tanggal 4 Agustus 1947, PBB mengeluarkan perintah penghentian tembak menembak. Untuk mengatasi permasalahan tersebut PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN), di mana anggota KTN yaitu: Belgia (dipilih oleh Belanda) diwakili oleh Paul van Zeeland; Australia (dipilih oleh Indonesia) diwakili oleh Richard Kirby; Amerika Serikat (dipilih oleh Indonesia dan Belanda) diwakili Dr. Frank Graham. Adapun tugas dari KTN yaitu menguasai secara langsung penghentian tembak-menembak sesuai dengan Resolusi PBB serta memasang patok-patok wilayah status quo yang dibantu oleh Tentara Nasional Indonesia.
B. Agresi Militer Belanda II
Serangan Belanda secara besar-besaran ini terjadi pada tanggal 19 Desember 1948. Serangan kali ini, Belanda mengkonsentrasikan di Ibukota RI saat itu yakni Yogyakarta. Dalam serangan tersebut Lapangan terbang Maguwo dapat dikuasai Belanda dan para pemimpin RI ditangkap. Ir. Soekarno, Sutan Syahrir, H. Agus Salim diasingkan ke Berastagi kemudian dipindahkan ke Pulau Prapat (tepi Danau Toba) dan akhirnya dipindahkan ke Muntok (Pulau Bangka). Sedang Drs. Moh Hatta, Moh. Roem, A.K. Pringgodigdo, Mr. Assaat, Komodor S. Suryadarma diasingkan ke Pulau Bangka.
Karena mengetahui Belanda akan menyerang dan menangkap pimpinan RI, maka Presiden Soekarno sebelum tertangkap memberikan mandat melalui radiogram kepada Menteri Kemakmuran Mr. Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukit Tinggi, Sumatra Barat. Dengan adanya PDRI tersebut menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintahan RI masih terus berjalan meskipun para pemimpin politik ditawan oleh Belanda.
Serangan Belanda kali ini mencapat kecaman yang luar biasa dari dunia internasional. Rasa simpati kepada bangsa Indonesia tidak datang hanya dari Amerika Serikat tetapi juga dari Rusia, Cina, Kolumbia dan negara-negara anggota PBB lainnya.