A. Awal Kedatangan Tentara Sekutu. Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II di kawasan Asia Pasifik oleh Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 membuat semua jajahan Jepang diambil alih oleh Sekutu termasuk Indonesia. Penyerahan kekuasaan Jepang kepada Sekutu dilakukan oleh Komando Asia Tenggara (South East Asia Command atau SEAC) yang di pimpinan oleh Laksamana Lord Louis Mounbatten. Untuk melaksanakan tugas tersebut SEAC membentuk komando khusus yaitu Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Sir Philip Christison. Tugas dari AFNEI di Indonesia antara lain: Menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang; Membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu; Melucuti orang-orang Jepang dan kemudian dipulangkan ke negaranya; Menjaga keamanan dan ketertiban (law and order); Menghimpun keterangan guna menyelidiki pihak-pihak yang dianggap sebagai penjahat perang.
Pada tanggal 15 September 1945 pasukan Sekutu datang ke Indonesia, akan tetapi kedatangan Sekutu tersebut diboncengi oleh Netherland Indies Civil Administration (NICA). Pasukan Sekutu tersebut mendarat di Tanjung Priok dengan Kapal Chamberlain yang dipimpin oleh W.R. Petterson. Bukti kalau Sekutu diboncengi NICA, yaitu dalam kapal itu terdapat pasukan NICA yang dipimpin oleh Van der Plas wakil dari Van Mook (pemimpin NICA).
Keadaan bertambah buruk setelah NICA mempersenjatai KNIL dan bersama anggota KNIL membuat kerusuhan di berbagai daerah. Karena mengetahui tujuan kedatangan NICA, maka muncullah perlawanan rakyat di berbagai daerah di Indonesia yang ingin mempertahankan kemerdekaan RI. Hal ini yang menimbulkan pertempuran di berbagai daerah.
B. Pertempuran di Daerah Setelah Kedatangan Tentara Sekutu
1. Pertempuran Surabaya
Pertempuran ini bermula dari kedatangan Sekutu pada tanggal 25 Oktober 1945 di bawah pimpinan Brigjen Mallaby yang ingin melucuti senjata. Pada tanggal 30 Oktober 1945 terjadi pertempuran yang hebat di Gedung Bank Internatio di Jembatan Merah yang menewaskan Brigjen Mallaby. Kejadian ini membuat Inggris mengeluarkan ultimatum agar rakyat Surabaya menyerahkan diri selambat-lambatnya tanggal 10 November 1945. Akan tetapi sampai batas waktunya, ultimatum tersebut tidak diindahkan rakyat Surabaya. Di bawah pimpinan Gubernur Suryo, Sungkono dan Bung Tomo, rakyat Surabaya melawan gempuran tentara Sekutu dari darat, udara maupun laut.
2. Peristiwa Bandung Lautan Api
Peristiwa ini bermula saat Sekutu mengultimatum untuk mengosongkan Bandung utara selambat-lambatnya 29 Oktober 1945. Dan Sekutu mengeluarkan ultimatum yang sama pada tanggal 23 Maret 1946. Atas perintah dari pusat, maka pada tanggal 23-24 Maret 1946 para pejuang meninggalkan Bandung. Sebelum meninggalkan Bandung, para pejuang menyerang Sekutu dan membumihanguskan kota Bandung. Tujuannya agar Sekutu tidak dapat menduduki dan memanfaatkan sarana-sarana yang vital. Peristiwa ini dikenal dengan Bandung Lautan Api. Sementara itu para pejuang dan rakyat Bandung mengungsi ke luar kota. Dalam peristiwa tersebut Muh. Thoha gugur.
3. Pertempuran Medan Area
Pertempuran ini terjadi setelah adanya insiden pada tanggal 13 Oktober 1945. Saat itu seorang penghuni hotel (pasukan NICA) merampas dan menginjak-injak lencana Merah Putih yang dipakai pemuda Indonesia. Kejadian ini membuat rakyat Medan bergerak untuk melawan tentara Sekutu pimpinan Brigjen. TED. Kelly. Pada tanggal 1 Desember 1945, AFNEI memasang papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area (batas resmi wilayah Medan) di berbagai sudut kota Medan. Pada tanggal 10 Desember 1945 tentara Sekutu dan NICA melakukan penyerangan secara besar-besaran sehingga Medan dapat dikuasai Sekutu dan NICA.
4. Pertempuran Ambarawa
Pertempuran Ambarawa terjadi karena Sekutu yang dipimpin Jenderal Bethel dengan sepihak membebaskan tawanan sekutu yang ada di Magelang dan Ambarawa. Tindakan Sekutu ini telah mengingkari perjanjian yang disepakati Presiden Soekarno dengan Jenderal Bethel pada tanggal 2 November 1945 di Magelang. Oleh sebab itu pasukan kemerdekan RI di bawah pimpinan LetkolIsdiman (Komandan Resimen Banyumas) melakukan perlawanan di desa Jambu pada tanggal 26 November 1945 itu. Dalam pertempuran ituLetkol Isdiman gugur. Dan sebagai penggantinya yaitu Kolonel Soedirman (Panglima Divisi di Purwokerto). Kolonel Soedirman melakukan perlawanan terhadap Sekutu di Ambarawa pada tanggal 15 Desember 1945. Dalam pertempuran ini, TKR dibantu kesatuan-kesatuan dari daerah Surakarta dan Salatiga dan dapat menguasai Ambarawa selama 4 hari. Karena terdesak pasukan Sekutu kemudian mundur ke Semarang.
5. Peristiwa Merah Putih di Manado
Untuk menyambut kemerdekaan, rakyat Manado segera mengambil alih kekuasaan dari pihak Jepang dan mengibarkan Sang Merah Putih. Oleh Sekutu dan NICA, rakyat Menado dilarang mengibarkan bendera Merah Putih akan tetapi memaksa rakyat untuk megibarkan bendera Belanda yang berwarna merah putih biru.
Pada tanggal 14 Februari 1946 pukul 01.00, sejumlah tentara KNIL (Komenlijk Nederland Indische Large) yang setia kepada RI menyerang Belanda dan Sekutu, serta berhasil melucuti senjata dan menyobek warna biru sehingga tinggal merah putih. Saat itu pemimpin TKR adalah Ch. Taulu, Wuisan, dan J. Kaseger.
6. Puputan Margarana
Peristiwa ini terjadi saat keinginan Belanda mendirikan Negara Indonesia Timur (NIT). Hal ini membuat Letkol I Gusti Ngurah Rai, Komandan Resimen Nusa Tenggara, berusaha menggagalkan pembentukan NIT. Ia menyerang ke tangsi NICA di Tabanan tanggal 18 Desember 1946. Pasukan Ngurah Rai ini dikenal dengan nama pasukan Ciung Wanara yang bermarkas di Desa Adeng Kecamatan Marga. Pada tanggal 20 November 1946 dengan kekuatan besar Belanda melancarkan serangan dari udara terhadap kedudukan Ngurah Rai di desa Marga. Dalam keadaan yang terdesak Letkol I Gusti Ngurah Rai mengeluarkan perintah “Puputan” yang berarti bertempur sampai habis-habisan. Letkol I Gusti Ngurah Rai gugur beserta seluruh anggota pasukan dalam pertempuran tersebut. Pertempuran tersebut terkenal dengan nama Puputan Margarana.
7. Serangan Umum 1 Maret 1949
Dalam serangan militer Belanda yang kedua, kota Yogyakarta dikuasai oleh Belanda serta para pemimpin RI ditangkap dan diasingkan. Melihat kondisi yang demikian Sri Sultan Hamengku Buwono IX (Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta) menyusun strategi serangan umum 1 Maret 1949 yang dikoordinasi oleh Letkol Soeharto sebagai Komandan Brigade 10. Untuk melaksanakan strateginya tersebut Letkol Soeharto membentuk beberapa sektor yaitu sektor barat dipimpin Mayor Ventje Sumual, sektor selatan dan timur dipimpin Mayor Sardjono, sektor utara dipimpin Mayor Kusno, sektor kota dipimpin Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki. Sedang Letkol Soeharto sendiri memimpin pasukannya dari sektor barat sampai batas Jalan Malioboro.
Serangan ini dimulai tepat pada pukul 06.00 saat sirine dibunyikan. Serangan yang cepat ini membuat pasukan Belanda bertahan di pusat kota, akibatnya Yogyakarta dapat dikuasai TNI selama 6 jam. Sebelum bala bantuan Belanda datang, pasukan TNI mundur, berita penyerangan ini disiarkan melalui pemancar radio di Wonosari. Siaran serangan 1 Maret 1949 ini juga dilaporkan oleh R. Sumardi ke pemerintah PDRI di Bukittinggi yang kemudian disampaikan kepada Maramis (diplomat RI di New York).
Tujuan dari serangan umum 1 Maret 1949 ini yaitu
a. Tujuan ke dalam yaitu mendukung perjuangan diplomasi, meninggikan semangat rakyat dan TNI yang sedang bergerilya.
b. Tujuan ke luar yaitu menunjukkan kepada dunia internasional bahwa TNI mempunyai kekuatan untuk mengadakan ofensif, mematahkan moral pasukan Belanda.