--> Skip to main content

Peristiwa Penting Usaha Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia baik Pusat Maupun Daerah

Peristiwa Penting Usaha Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia baik Pusat Maupun Daerah - Upaya untuk menjaga Indonesia, Sejarah laut Bandung Api, Kronologi Danau Api Bandung, Sejarah Puputan Margarana, Kronologi: Puputan Margarana, Sejarah
Acara Westerling di Makassar, Apa Peristiwa Westerling di Makassar, Sejarah Serangan Umum Saya Maret 1949, Apa Serangan Pertama Saya Maret 1949

Berbagai Peristiwa Penting Dalam Upaya Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia baik Pusat maupun Daerah

Dalam menjaga kemerdekaan Indonesia ada berbagai peristiwa baik di tingkat pusat maupun daerah. Peristiwa ini ada di antaranya

1. Bandung Lautan Api
2. Puputan Margarana,
3. Acara Westerling di Makassar,
4. Serangan Umum 1 Maret 1949.
Inilah Latar Belakang dan Kronologi Sebagai berikut ...


1. Bandung Lautan Api
Pada tanggal 17 Oktober 1945 pasukan Sekutu mendarat di Bandung. Pada saat itu para pemuda dan pejuang di kota Bandung secara agresif memperjuangkan senjata dan kekuasaan serta tangan Jepang. Oleh Sekutu, senjata dan pembuangan tentara Jepang diserahkan kepadanya. Bahkan pada tanggal 1 November 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum untuk kota Bandung utara yang dikosongkan oleh pihak Indonesia paling lambat tanggal 29 November 1945 dengan alasan untuk menjaga keamanan. Oleh para pejuang, ultimatum tidak berubah, dan sejak itu sering terjadi insiden dengan pasukan Sekutu.

Sekutu mengulang ultimatum pada tanggal 2 Maret 1946 bahwa TRI meninggalkan kota Bandung. Dengan ultimatum ini, pemerintah Republik Indonesia di Jakarta menginstruksikan TRI untuk mengosongkan kota Bandung, namun dari kantor pusat TRI di Yogyakarta menginstruksikan agar kota Bandung tidak dikosongkan. Akhirnya, pejuang Bandung meninggalkan kota Bandung meski dengan hati yang berat. Sebelum meninggalkan kota Bandung terlebih dahulu para pejuang Republik Indonesia untuk menyerang posisi Sekutu sementara tanah hangus kota Bandung bagian selatan. Acara ini dikenal dengan nama Bandung Lautan Api.

2. Puputan Margarana

Salah satu isi perundingan Linggajati pada tanggal 10 November 1946 adalah bahwa Belanda mengakui de facto Republik Indonesia dengan wilayah yang meliputi Sumatra, Jawa dan Madura. Selanjutnya, Belanda harus meninggalkan daerah de facto pada tanggal 1 Januari 1949. Pada tanggal 2 dan 3 Maret 1949, Belanda mengumpulkan tentaranya sekitar 2000 tentara di Bali, bersama dengan tokoh-tokoh yang berpihak pada Belanda. Saat itu Suka

1. Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai
2. Komandan Residen Nusa Tenggara

Menuju ke Yogyakarta untuk mengadakan konsultasi dengan Markas TRI tertinggi. Sementara itu, perkembangan politik di pusat Pemerintahan Republik Indonesia kurang menguntungkan karena negosiasi Linggajati dimana Bali tidak diakui sebagai bagian dari wilayah negara Republik Indonesia. Masyarakat Bali merasa kecewa dengan isi negosiasi ini. Apalagi saat Belanda membujuk Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang diundang untuk membentuk Negara Indonesia Timur. Seruan itu ditolak tegas oleh I Gusti Ngurah Rai, bahkan dijawab dengan perlawanan bersenjata

Pada tanggal 18 November 1946 I Gusti Ngurah Rai mendapatkan kemenangan dalam invasi makam NICA di Tabanan. Kemudian Belanda memobilisasi semua kekuatan di Bali dan Lombok untuk menghadapi perlawanan rakyat Bali ini. Pertempuran besar terjadi pada tanggal 29 November 1946 di Margarana, sebelah utara Tabanan. Karena kalah dalam persenjataan, pasukan Ngurah Rai bisa dikalahkan. I Gusti Ngurai Rai melancarkan perang "Püputan" atau habis-habisan untuk membela Nusa dan Bangsa. Akhirnya saya Gusti Ngurai Rai bersama anak buahnya meninggal sebagai kusuma bangsa.

3. Peristiwa Westerling di Makassar

Sebagai Gubernur Sulawesi Selatan yang diangkat pada tahun 1945, Dr. G.S.S.J. Ratulangie melakukan aktivitasnya dengan mendirikan Pusat Pemuda Nasional Indonesia (PPNI). Organisasi yang bertujuan menampung aspirasi pemuda tersebut pernah dipimpin oleh Manai Sophian. Sementara pada bulan Desember 1946 Belanda mengirim pasukan ke Sulawesi Selatan di bawah pimpinan Raymond Westerling. Kedatangan pasukan ini untuk "membersihkan" wilayah Sulawesi Selatan dan pejuang Republik dan menghancurkan oposisi rakyat yang menentang pembentukan Negara Indonesia Timur.
Di daerah ini juga, pasukan Australia yang diberi umpan NICA mendarat kemudian membentuk pemerintahan sipil. Di Makassar karena Belanda membuat usaha yang memecah belah ke orang-orang kemudian para siswa muda suka
1. Rivai,
2. Paersi,
3. Robert Wolter Monginsidi

Melakukan perlawanan dengan merebut tempat strategis yang dikuasai NICA. Selanjutnya, untuk memobilisasi perjuangan terbentuklah Laskar Rebelar Indonesia Sulawesi (LAPRIS) dengan karakter As

A. Ranggong Daeng Romo
B. Makkaraeng Daeng Djarung,
C. Robert Wolter Monginsidi sebagai Sekretaris Jenderal.

Dari tanggal 7-5 Desember 1946, pasukan Westerling dengan kejam membunuh ribuan orang yang tidak bersalah. Pada tanggal 11 Desember 1946 Belanda mengumumkan Sulawesi dalam keadaan perang dan hukum militer. Pada saat itu Raymond Westerling mengadakan pembunuhan massal di desa-desa yang mengakibatkan sekitar 40.000 orang yang tidak bersalah menjadi korban dalam kebiadaban.

4. Serangan Umum I Maret 1949

Ketika Belanda melancarkan agresi militer kedua mereka pada bulan Desember 1948, ibu kota negara bagian Indonesia, Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta beserta sejumlah menteri yang dipegang oleh Belanda. Klaim Belanda bahwa RI tidah ambruk. Namun diluar perhitungan Belanda pada saat krisis ini terbentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) diBuktitinggi, Sumatera Barat. Selain itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta masih mendukung RI sehingga masyarakat Yogyakarta juga memberi dukungan kepada RI.

Kepemimpinan TNI di bawah Jenderal Sudirman yang sebelumnya menginstruksikan semua komandan TNI melalui Komando Siasat No.1 November 1948 memuat isi berikut:

(1) memberi setiap komandan kebebasan untuk melakukan serangan terhadap posisi militer Belanda;

(2) memerintahkan setiap komandan untuk membentuk kantong pertahanan (wehrkreise); dan

(3) memerintahkan agar semua serikat TNI yang berasal dari wilayah pendudukan meninggalkan Yogyakarta segera untuk kembali ke daerah masing-masing (seperti Divisi Siliwangi harus kembali ke Jawa Barat), jika Belanda menyerang Yogyakarta. Untuk pembelaan kawasan Yogyakarta dan sekitarnya diserahkan sepenuhnya kepada pasukan TNI setempat yaitu Brigade 10 di bawah Letnan Kolonel Soeharto.

Dengan agresi Militer Belanda dalam beberapa minggu kesatuan Tapi para pejuang mampu berkomunikasi melalui jaringan radio, telegram dan kurir. Seiring dengan upaya konsolidasi di bawah PDRI, TNI melakukan serangan besar-besaran terhadap posisi Belanda di Yogyakarta. Serangan ini dilakukan pada tanggal 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto. Sebelum penyerangan dilakukan, pertama minta persetujuan Sultan
Hamengkuubuwono IX sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. Serangan umum ini dilakukan oleh oriensentrasikan pasukan dan sektor Barat (Major Ventje Samual), Selatan dan Timur (Mayor Sarjono) dan Sektor Kota
(Letnan Amir Murtono dan Lethan Masduki). Serangan umum ini membawa hasil yang memuaskan karena pejuang dapat mengendalikan kota Yogyakarta selama 6 jam yaitu pada pukul 6:00 sampai 12:00.
Berita Serangan Umum disiarkan oleh RRI di daerah gerilya di wilayah Gunung Kidul, yang bisa dimainkan RRI di Sumatera, kemudian Sumatra dan berita disiarkan ke Yangoon dan India. Keesokan harinya kejadian tersebut juga dilaporkan oleh R. Sumardi ke PDRI di Bukititinggi melalui radiogram dan juga disampaikan ke Maramis. (Diplomat Indonesia di New Delhi, India) dan L.N. Palar (Diplomat RI di New York, Amerika Serikat).

Serangan Umum 6 Jam di Yogyakarta memiliki arti penting yaitu sebagai berikut.
Ke dalam :

Ø Meningkatkan semangat pejuang Indonesia, dan juga secara tidak langsung mempengaruhi sikap para pemimpin negara federal buatan Belanda yang tergabung dalam BFO.
Ø Mendukung perjuangan diplomasi, yaldti Serangan Umum ini berdampak pada perubahan sikap pemerintah Amerika Serikat yang semula mendukung pers Belanda lebih lanjut kepada pemerintah Belanda untuk bernegosiasi dengan RI.
Keluar:

Ø Di luar - Menunjukkan kepada dunia internasional bahwa TNI memiliki kekuatan untuk melakukan serangan; dan
Ø Pecahkan semangat tentara Belanda.

(Sumber: IPS, Hal: 67-71, Peulis: Pusat Buku Departemen Pendidikan Nasional, Penulis: Sutarto .Dkk)
Mungkin Anda Suka
Buka Komentar
Tutup Komentar