A. Pengertian Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
Menurut teori belajar kognitif, pemecahan masalah dilihat sebagai aktivitas mental yang melibatkan kemampuan berpikir kompleks. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Kirkley (2003) bahwa pemecahan masalah melibatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti visualisasi, asosiasi, abstraksi, manipulasi, penalaran, analisis, sintesis, dan generalisasi.
Pemecahan masalah adalah proses yang melibatkan penggunaan langkah-langkah tertentu, sering disebut sebagai model atau langkah pemecahan masalah, untuk menemukan solusi untuk masalah (Nakin, 2003).
Pemecahan masalah juga merupakan proses mensintesis berbagai konsep, aturan atau formula untuk memecahkan masalah (Kirkley 2003). Definisi pemecahan masalah ini menunjukkan bahwa mendapatkan solusi masalah adalah persyaratan untuk proses pemecahan masalah.
Pemecahan masalah yang melibatkan proses kreatif disebut pemecahan masalah kreatif (Creative Problem Solving). Creative Problem Solving (CPS) pertama kali diperkenalkan oleh Alex Osborne sehingga Creative Problem Solving juga dikenal sebagai The Osborne-Parnes Creativity Problem Solving Models.
Sedangkan menurut Treffinger (2005) model Creative Problem Solving disebut sebagai model konseptual mengusulkan tiga komponen proses, yaitu 1) memahami tantangan; 2) menghasilkan ide; 3) siapkan aksi. Komponen proses terdiri dari enam tahap yang menekankan keseimbangan dalam menggunakan kemampuan berpikir kreatif dan kritis. Tiga komponen utama dalam CPS saling terkait (membentuk siklus) yang dapat dilihat pada gambar.
Komponen memahami tantangan adalah upaya sistematis untuk menegaskan, membangun atau fokus pada upaya pemecahan masalah. Komponen proses kedua dalam menghasilkan ide adalah tahap menghasilkan banyak pilihan yang bervariasi dan tidak biasa dalam menanggapi masalah yang ada. Sedangkan komponen ketiga dari proses adalah menyiapkan tindakan, yaitu tahap untuk membuat keputusan, mengembangkan, atau untuk memperkuat solusi alternatif yang telah dipilih, dan untuk merencanakan keberhasilan pelaksanaan tindakan.
Model treffinger adalah salah satu dari beberapa model yang berhubungan dengan masalah kreativitas secara langsung dan memberikan saran praktis tentang bagaimana mencapai keterpaduan. Menurut Shoimin (2014: 219) model treffinger untuk mendorong pembelajaran kreatif mengilustrasikan pengaturan tiga tahap yang dimulai dengan elemen dasar dan naik ke fungsi-fungsi pemikiran yang lebih komposit, pembelajar terlibat dalam kegiatan pengembangan keterampilan dalam dua tahap pertama untuk kemudian menghadapi masalah kehidupan nyata di tahap ketiga.
Menurut Sunata (dalam Shoimin, 2014: 219) model treffinger adalah strategi pembelajaran yang dikembangkan dari model pembelajaran kreatif yang mengembangkan dan memprioritaskan aspek-aspek proses. Strategi pembelajaran dikembangkan oleh Treffinger berdasarkan model pembelajaran kreatifnya.
Lebih lanjut Huda (2013: 318) model treffinger sebetulnya tidak jauh berberda dengan model pembelajaran yang digagas oleh Osborn. Model treffinger ini juga dikenal sebagai Creative Problem Solving, keduanya berusaha untuk mengundang siswa untuk berpikir kreatif dalam menghadapi masalah, tetapi sintaks yang diterapkan antara Osborn dan Treffinger sedikit berbeda satu sama lain.
Menurut Treffinger (dalam Huda, 2013: 218) model treffinger adalah model yang berusaha mengajak peserta didik untuk berpikir kreatif dalam memecahkan masalah dengan memperhatikan fakta-fakta penting yang ada di lingkungan dan kemudian menumbuhkan ide dan memilih solusi yang tepat untuk diimplementasikan. nyata.
Menurut Ngalimun, (2014: 179) pembelajaran kreatif atas dasar kedewasaan dan pengetahuan siap dengan sintaks: keterbukaan-urutan ide-penguatan, penggunaan ide-ide kreatif-konflik internal-skill, proses berpikir kreatif dalam pemecahan masalah diri melalui pemanasan- kuriositi-bertanya, kerja sama kelompok, kebebasan terbuka, hadiah.
Strategi pemecahan masalah yang kreatif dalam penyelesaian yang bermasalah berarti segala cara yang digunakan oleh seseorang dalam berpikir kreatif, dengan tujuan untuk memecahkan masalah secara kreatif. Dalam implementasinya, Treffinger, dikerjakan melalui solusi kreatif.
Menurut Noller (dalam Suryosubroto, 2009: 199) solusi kreatif sebagai upaya untuk memecahkan masalah melalui sikap kreatif dan pola pikir, memiliki banyak solusi alternatif untuk masalah, terbuka dalam perbaikan, menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian untuk mengekspresikan pendapat, pemikiran yang berbeda, dan fleksibel dalam solusi upaya untuk masalah.
Menurut Sarson (dalam Huda, 2013: 320) karakteristik yang paling dominan dari model pembelajaran treffinger ini adalah usahanya dalam mengintegrasikan dimensi kognitif dan afektif peserta didik untuk menemukan arah solusi yang akan diambil untuk memecahkan masalah, yang berarti bahwa peserta didik diberikan kebebasan untuk berkreasi untuk menyelesaikan masalah itu sendiri dengan cara yang ia inginkan, tugas guru adalah membimbing peserta didik sehingga petunjuk yang diambil oleh para pembelajar ini tidak keluar dari masalah.
Menurut Shoimin (2014: 218) karakteristik model treffinger melibatkan keterampilan kognitif dan afektif pada setiap tingkat model ini, treffinger menunjukkan keterkaitan dan ketergantungan antara keduanya dalam mendorong pembelajaran kreatif.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran treffinger adalah model pembelajaran yang mengajak siswa untuk berpikir kreatif dalam memecahkan masalah dengan memperhatikan fakta-fakta penting yang ada di lingkungan dan kemudian menghasilkan ide dan memilih solusi yang tepat untuk menjadi diimplementasikan secara nyata. Model ini lebih menekankan pada aspek kognitif dan afektif pembelajar dalam belajar.
B. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
Kelebihan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
Menurut Huda (2013: 320) manfaat yang bisa diperoleh dari menerapkan model ini antara lain:
a. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memahami konsep-konsep dengan cara menyelesaikan suatu permasalahan.
b. Membuat peserta didik aktif dalam pembelajaran.
c. Mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik karena disajikan masalah pada awal pembelajaran dan memberi keleluasaan kepada peserta didik untuk mencari arah-arah penyelesaiannya sendiri.
d. Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk mendifinisikan masalah, mengumpulkan data, menganalisis data, membangun hipotesis, dam percobaan untuk memecahkan suatu permasalahan.
e. Membuat peserta didik dapat menerapkan pengetahuan yang sudah dimilikinya ke dalam situasi baru.
Kelemahan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
Menurut Huda (2013: 320) kelemahan dari menerapkan model treffinger antara lain:
a. Perbedaan level pemahaman dan kecerdasan peserta didik dalam menghadapi masalah.
b. Ketidaksiapan peserta didik untuk menghadapi masalah baru yang dijumpai di lapangan.
c. Model ini mungkin tidak terapkan untuk peserta didik taman kanak-kanak atau kelas-kelas awal sekolah dasar.
d. Membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mempersiapkan peserta didik melakukan tahp-tahap di atas.
Shoimin (2014: 222) kelemahan model treffinger yaitu butuh waktu yang lama. Namun menurut Shoimin (2014: 221-222) model treffinger memiliki kelebihan yaitu sebagai berikut:
a. Mengasumsikan bahwa kreativitas adalah proses dan hasil belajar.
b. Dilaksanakan kepada semua peserta didik dalam berbagai latar belakang dan tingkat kemampuan.
c. Mengintegrasikan dimensi kognitif dan afektif dalam pengembangannya.
d. Melibatkan secara bertahap kemampuan berpikir konvergen dan divergen dalam proses pemecahan masalah.
e. Memiliki tahapan pengembangan yang sistematik, dengan beragam metode dan teknik untuk setiap tahap yang dapat diterapkan secara fleksibel.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa kelebihan dari model treffinger yaitu lebih menekankan aspek kognitif dan afektif peserta didik. Melalui model treffinger peserta didik diberi kesempatan untuk memahami konsep-konsep dengan cara menyelesaikan suatu permasalahan, peserta didik menjadi aktif dalam pembelajaran, dikembangkannya kemampuan berpikir peserta didik dan kemampuan menyelesaikan permasalahan, serta peserta didik dapat menerapkan pengetahuan yang sudah dimilikinya ke dalam situasi baruModel Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS).
Kekurangan dari model treffinger yaitu memerlukan waktu yang lama, sehingga untuk meminimalisir kekurangan tersebut maka guru perlu memperhatikan perbedaan level pemahaman dan kecerdasan peserta didik dalam menghadapi masalah dan kesiapan peserta didik untuk menghadapi masalah dalam pembelajaran.
C. Langkah- langkah Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
Treffinger (dalam Huda, 2013: 318) menyebutkan bahwa model pembelajaran ini terdiri dari 3 komponen penting untuk memahami tantangan, menghasilkan gagasan, dan mempersiapkan tindakan. Penjelasannya tentang sintaks model ini adalah sebagai berikut:
a. Komponen I - Memahami Challege (Memahami Tantangan)
yaitu 1) menentukan tujuan: guru menginformasikan kompetensi yang ingin dicapai dalam pembelajaran, 2) menjelajahi data: guru menunjukkan / menyajikan fenomena alam yang dapat mengundang rasa ingin tahu siswa dan 3)
b. merumuskan masalah
Guru memberi siswa kesempatan untuk mengidentifikasi masalah.
c. Komponen II - Membangkitkan Ide (Membangkitkan Gagasan)
yaitu meningkatkan ide: guru memberikan waktu dan kesempatan kepada peserta didik untuk mengekspresikan ide mereka dan juga membimbing peserta didik untuk menyetujui solusi alternatif yang akan diuji.
d. Komponen III - Persiapan Untuk Aksi
yaitu 1) mengembangkan solusi: guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melakukan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan penyelesaian masalah, 2) membangun penerimaan: guru memeriksa solusi yang diperoleh peserta didik dan memberikan masalah baru namun lebih kompleks sehingga peserta dapat menerapkan solusi yang dia dapatkan.
Menurut Munandar (dalam Shoimin, 2014: 219-220) model treffinger terdiri dari langkah-langkah berikut:
a. Tahap I: alat dasar
Alat dasar atau teknik kreativitas termasuk keterampilan berpikir yang berbeda dan teknik kreatif. Kegiatan pembelajaran pada fase I adalah (1) guru memberikan masalah terbuka dengan jawaban lebih dari satu solusi, (2) guru membimbing peserta didik untuk melakukan diskusi untuk menyampaikan ide atau ide serta memberikan penilaian pada masing-masing kelompok.
b. Tahap II: berlatih dengan proses
Berlatih dengan proses adalah memberikan kesempatan bagi peserta untuk menerapkan keterampilan yang dipelajari dalam fase I dalam situasi praktis. Kegiatan pembelajaran pada fase II adalah (1) panduan guru dan peserta didik langsung berdiskusi dengan memberikan contoh analog, (2) guru meminta peserta didik membuat contoh dalam kehidupan sehari-hari.
c. Tahap III: bekerja dengan masalah nyata
Bekerja dengan masalah nyata, yaitu menerapkan keterampilan yang dipelajari dalam dua tahap pertama ke tantangan dunia nyata.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, para peneliti menyimpulkan bahwa apa yang dimaksud dengan model pembelajaran treffinger adalah model pembelajaran yang berusaha mengajak peserta didik untuk berpikir kreatif dalam menghadapi masalah. Model treffinger adalah model yang menangani masalah kreativitas secara langsung dan memberikan saran praktis tentang bagaimana mencapai keterpaduan. Model ini lebih menekankan pada aspek kognitif dan afektif pembelajar dalam belajar.