Berikut ini merupakan pembahasan tentang sistem tanam paksa yaitu meliputi tokoh-tokoh penentang sistem tanam paksa yang berdampak tidak hanya bagi rakyat Indonesia tapi juga pada pemerintah kolonial Belanda sendiri.
Tokoh Penentang Sistem tanam paksa
Tanam paksa yang diterapkan Belanda di Indonesia ternyata mengakibatkan aksi penentangan. Orang yang menentang tanam paksa terdiri dari:
1) Golongan pendeta
Golongan ini menentang atas dasar kemanusiaan. Adapun tokoh yang mempelopori penentangan ini adalah Baron Van Hovel.
2) Golongan liberal
Golongan liberal terdiri dari pengusaha dan pedagang, di antaranya:
a) Douwes Dekker dengan nama samaran Multatuli yang menentang tanam paksa dengan mengarang buku berjudul Max Havelaar.
Edward Douwes Dekker mengajukan tuntutan kepada pemerintah kolonial Belanda untuk lebih memerhatikan kehidupan bangsa Indonesia. Karena kejayaan negeri Belanda itu merupakan hasil tetesan keringat rakyat Indonesia.
Dia mengusulkan langkah-langkah untuk membalas budi baik bangsa Indonesia. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut.
a. Pendidikan (edukasi).
b. Membangun saluran pengairan (irigasi).
c. Memindahkan penduduk dari daerah yang padat ke daerah yang jarang penduduknya (imigrasi/transmigrasi)
b) Frans Van de Pute dengan mengarang buku berjudul Suiker Constracten (Kontrak Kerja).
Gambar: 3 Tokoh Penentang Sistem Tanam Paksa (Edward Douwes Dekker, Baron Van Hovel dan Frans Van de Pute) |
Penghapusan pelaksanaan tanam paksa secara bertahap
Di Sumatra Barat ,sistem tanam paksa dimulai sejak tahun 1847, ketika penduduk yang telah lama menanam kopi secara bebas dipaksa untuk menanam kopi untuk diserahkan kepada pemerintah kolonial. Begitu juga di Jawa, pelaksanaan sistem tanam paksa ini dilakukan melalui jaringan birokrasi lokal.
Berkat adanya kecaman dari berbagai pihak, akhirnya pemerintah Belanda menghapus tanam paksa secara bertahap:
1) Tahun 1860 tanam paksa lada dihapus.
2) Tahun 1865 tanam paksa nila dan teh dihapus.
3) Tahun 1870 tanam paksa semua jenis tanaman, dihapus kecuali kopi di Priangan.
Selain di Pulau Jawa, kebijaksanaan yang hampir sama juga dilaksanakan di tempat lain seperti Sumatra Barat, Minahasa, Lampung, dan Palembang.
Kopi merupakan tanaman utama di dua tempat pertama. Adapun lada merupakan tanaman utama di dua wilayah yang kedua. Di Minahasa, kebijakan yang sama kemudian juga berlaku pada tanaman kelapa.